Katakanlah besar anggaran untuk seluruh paket peralatan teknologi informasi ini adalah Rp500 juta. Kemudian dalam pelaksanaan pengadaan, dipecah menjadi 5 paket masing-masing nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS)-nya Rp100 juta. Setiap paket terdapat pengadaan barang berupa laptop, komputer, LCD proyektor, dll. Pokoknya, item barang di setiap paketnya bervariasi. Metode pengadaan dilakukan secara penunjukan langsung (ya, bukan metode pengadaan langsung). Oh iya, kontrak pengadaan berlangsung sebelum diterbitkannya Perpres Nomor 70 Tahun 2012 yang menaikkan batas nilai pengadaan langsung menjadi Rp200 juta.
Tentu saja kami mempertanyakan kepada personil kementerian terkait alasan mereka melakukan pengadaan melalui pemecahan kontrak dengan metode penunjukan langsung, dimana seharusnya dilakukan sekaligus dalam satu paket pekerjaan senilai Rp500 juta dengan metode pelelangan umum. Pijakan kami adalah Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 24 ayat (3b) yang menyatakan dalam melakukan pemaketan barang/jasa, Pengguna Anggaran (PA) dilarang memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa paket dengan maksud menghindari pelelangan.
Ada dua alasan yang diajukan oleh pihak auditee, yaitu:
- Pemecahan paket disesuaikan dengan dinamika permintaan unit kerja-unit kerja yang akan memakai barang. Jadi saat satu kedeputian mengajukan permintaan barang, mereka akan segera menindaklanjuti dengan pelaksanaan pengadaan senilai maksimal Rp100 juta, sedangkan anggaran sisanya disiapkan untuk memenuhi permintaan dari kedeputian lain yang suatu saat nanti pasti akan disampaikan. Apabila pengadaan dilakukan sekaligus, dikuatirkan tidak seluruh barang hasil pengadaan bermanfaat bagi unit kerja-unit kerja.
- Pemecahan paket tersebut juga memaksimalkan peran serta pengusaha kecil sesuai dengan amanat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 96 ayat (1) huruf c yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa, Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya (K/L/D/I) wajib memaksimalkan penyedian paket-paket pekerjaan untuk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil. Mulia sekali cita-cita ini ya!
Mengikuti dinamika kebutuhan unit kerja
Mendengar alasan ini kami langsung berpikir bahwa perencanaan pengadaan di kementerian ini mungkin buruk sekali atau mungkin kebutuhannya sangat-sangat dinamis (cepat berubah atau mendadak) sehingga mustahil merencanakan kebutuhan untuk jangka waktu satu tahun ke depan.
Namun ternyata dokumen Petunjuk Operasinal Kegiatan (POK) sebagai salah satu dokumen perencanaan, telah mengidentifikasi secara tepat peralatan teknologi informasi yang diadakan. Selain itu, sebenarnya Perpres Nomor 54 Tahun 2010 telah mengamanatkan bahwa setiap tahun PA harus menyusun Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang mengindentifikasi kebutuhan Barang/Jasa yang diperlukan K/L/D/I.
Perencanaan pengadaan yang baik mestinya dapat menjawab kekuatiran mengenai tidak bermanfaatnya barang hasil pengadaan apabila dilakukan sekaligus. Rencana pengadaan tersebut harus melalui proses identifikasi kebutuhan dari unit kerja-unit kerja, penyusunan dan penetapan rencana penganggaran, penetapan kebijakan umum, serta penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Kesimpulan kami, proses pengadaan yang menunggu surat permintaan dari unit kerja adalah tidak tepat dan dihindari dalam ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa. Proses yang benar adalah, sebelum tahun anggaran berakhir, penjaringan kebutuhan unit kerja telah dilakukan dan dirangkum dalam suatu dokumen perencanaan pengadaan yang menjadi dasar satuan kerja melakukan pengadaan pada tahun berikutnya.
Memaksimalkan paket pekerjaan untuk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil
Analisis kami, auditee telah menyalahartikan isi Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Pasal 39 ayat (1d) yang menyatakan pengadaan langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100 juta dengan ketentuan (antara lain) dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha mikro, usaha kecil dan koperasi kecil.
Padahal apabila kita menggali lagi ke Pasal 100 ayat (3) jelas dinyatakan bahwa nilai paket pekerjaan pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya sampai dengan Rp2,5 miliar; diperuntukan bagi usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil.
Kesimpulan kami, tidak perlu memecah hingga nilai Rp100 juta untuk memaksimalkan paket untuk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil. Nilai pengadaan Rp500 juta bahkan Rp2,5 milyar masih dianggap sebagai paket pengadaan untuk golongan tersebut.
Sehingga dapat kami simpulkan bahwa untuk kedua alasan tersebut, yaitu mengikuti dinamika kebutuhan unit kerja dan memaksimalkan paket untuk usaha mikro dan usaha kecil serta koperasi kecil, tidak dapat membenarkan dilakukannya pemecahan kontrak dan pelaksanaan secara penunjukan langsung.
Anda punya pendapat berbeda?
alasan pembelaan tadi bukan pembenaran..salut..
BalasHapus